Seragam standar anak SD dan SMP di zamanku adalah celana pendek merah dan biru. Celana panjang adalah milik anak SMA yang warnanya abu-abu persis seperti sekarang. Seragam celana pendek tersebut membawa kepada kebiasaan bahwa pakaianku sehari-hari adalah kaos dan celana pendek. Sehingga celana panjang menjadi pakaian standar ketika bepergian.
Setelah lulus SMA, aku mencoba mengikuti seleksi di beberapa perguruan tinggi termasuk STAN. Diantara daya tarik STAN adalah gratisnya dan kegiatan keislaman yang berjalan baik, demikian informasi dari alumni yang berkunjung ke sekolah. Waktu itu pendaftaran STAN hanya ada di Jakarta, tepatnya di Jurangmangu, Pondok Aren, Tangerang.
Kami berangkat ke Jakarta menggunakan 5 buah bus, persis seperti karyawisata. Koordinator perjalanan adalah kakak kelas. Mereka membantu kami dengan sepenuh hati. Ini adalah perjalanan pertama ke Jakarta. Setelah perjalanan semalaman, kami sampai di Terminal Pulau Gadung di waktu shubuh. Karena baru pertama kali ke Jakarta, saya mengikuti saja kemana kakak kelas memberi arahan. Mungkin kalau dilihat seperti anak bebek yang mengikuti induknya kemanapun perginya. Bergantian kami yang muslim melakukan Sholat Shubuh. Perjalanan dilanjutkan dengan Bus Kota Tingkat ke Blok M dan Kopaja sampai ke Jurangmangu.
Tidak ada penginapan khusus untuk kami. Kost-an kakas kelas berubah menjadi penampungan. Nah, yang sangat menarik perhatianku adalah kakak kelas yang cowok-cowok itu, kalau lagi santai di kost-an pakainnya bukan kaos dan celana pendek, tetapi celana panjang dan kaos singlet atau kaos lengan pendek. Kenapa ya celana panjang bukan celana pendek? Saya tidak pernah menanyakannya sampai hari ini. Namun, kesimpulanku adalah mereka menjalan perintah menutup aurat. Aurat bagi laki-laki adalah pusar sampai dengan lutut. Kesimpulan ini muncul karena mereka rajin sholat berjamaah di masjid/mushola terdekat, jadi mereka pasti sudah belajar fiqh ibadah . Ternyata tidak kepanasan memakai celana panjang terus. Akhirnya aku berniat menirunya.
Inilah satu contoh dakwah dengan perbuatan. (MM)
Setelah lulus SMA, aku mencoba mengikuti seleksi di beberapa perguruan tinggi termasuk STAN. Diantara daya tarik STAN adalah gratisnya dan kegiatan keislaman yang berjalan baik, demikian informasi dari alumni yang berkunjung ke sekolah. Waktu itu pendaftaran STAN hanya ada di Jakarta, tepatnya di Jurangmangu, Pondok Aren, Tangerang.
Kami berangkat ke Jakarta menggunakan 5 buah bus, persis seperti karyawisata. Koordinator perjalanan adalah kakak kelas. Mereka membantu kami dengan sepenuh hati. Ini adalah perjalanan pertama ke Jakarta. Setelah perjalanan semalaman, kami sampai di Terminal Pulau Gadung di waktu shubuh. Karena baru pertama kali ke Jakarta, saya mengikuti saja kemana kakak kelas memberi arahan. Mungkin kalau dilihat seperti anak bebek yang mengikuti induknya kemanapun perginya. Bergantian kami yang muslim melakukan Sholat Shubuh. Perjalanan dilanjutkan dengan Bus Kota Tingkat ke Blok M dan Kopaja sampai ke Jurangmangu.
Tidak ada penginapan khusus untuk kami. Kost-an kakas kelas berubah menjadi penampungan. Nah, yang sangat menarik perhatianku adalah kakak kelas yang cowok-cowok itu, kalau lagi santai di kost-an pakainnya bukan kaos dan celana pendek, tetapi celana panjang dan kaos singlet atau kaos lengan pendek. Kenapa ya celana panjang bukan celana pendek? Saya tidak pernah menanyakannya sampai hari ini. Namun, kesimpulanku adalah mereka menjalan perintah menutup aurat. Aurat bagi laki-laki adalah pusar sampai dengan lutut. Kesimpulan ini muncul karena mereka rajin sholat berjamaah di masjid/mushola terdekat, jadi mereka pasti sudah belajar fiqh ibadah . Ternyata tidak kepanasan memakai celana panjang terus. Akhirnya aku berniat menirunya.
Inilah satu contoh dakwah dengan perbuatan. (MM)